Ilustrasi: FB Koalisi Indonesia Bersatu / Kolom Kompas

Andai Ganjar Pindah Partai

Jelang pemilihan presiden (pilpres) yang menyisakan waktu dua tahun lagi, sejumlah nama calon presiden potensial mulai mencuat. Salah satu nama yang menjadi sorotan saat ini adalah Ganjar Pranowo, kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sekaligus Gubernur Jawa Tengah.

Ganjar Pranowo digadang-gadang menjadi calon presiden potensial jika melihat elektabilitasnya saat ini. Misalnya hasil survei dari Indikator Politik pada bulan April 2022 menempatkan Ganjar sebagai tokoh yang paling memiliki elektabilitas tertinggi yaitu 26,7 persen. Hasil survei Indikator Politik pun memperlihatkan bahwa elektabilitas Ganjar semakin hari semakin meningkat, dimana pada bulan November 2021 hanya sebesar 21,7 persen.

Tidak hanya berdasarkan data dari Indikator Politik, hasil survei dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) juga menunjukan nama Ganjar Pranowo sebagai tokoh yang paling memiliki elektabilitas tertinggi, baik pada pertanyaan terbuka atau top of mind (19,9%), semi terbuka (26,8%) ataupun tertutup (27,5%). Hasil survei SMRC pun menampilkan bahwa elektabilitas Ganjar terus meningkat sejak bulan Mei 2020 yang hanya sebesar 7,7 persen.

Walaupun memiliki elektabilitas yang tinggi serta dianggap sebagai calon presiden potensial, hal ini justru menimbulkan polemik di internal partai yang menaungi Ganjar saat ini, yaitu PDIP. Sejumlah elit PDIP sudah mulai bersuara terkait hal tersebut sejak tahun 2021. Misalnya Bambang Wuryanto, Bidang Pemilu Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP, menjelaskan terkait alasan mengapa Ganjar tidak hadir di acara peringatan hari ulang tahun PDIP ke-48 di Semarang. Menurutnya, Ganjar tidak hadir karena tidak diundang lantaran sudah kelewatan terkait ambisinya menjadi calon presiden (Kompas.com, 07/06/2022).

Serangan-serangan para elit PDIP ke Ganjar pun terus dilakukan. Misalnya sindirian Puan Maharani, Bidang Politik dan Keamanan DPP PDIP serta anak dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, yang mengatakan bahwa pemimpin terkadang begitu tampak menyenangkan di media dan layar kaca, tetapi sebenarnya tidak bisa membuat rakyat senang. Walaupun tidak menyebut nama secara spesifik, namun publik menebak-nebak bahwa hal ini ditujukan pada Gubernur Jawa Tengah tersebut. Selain itu, hal ini juga bisa dikaitkan dengan pernyataan dari Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Fraksi PDIP, Trimedya Panjaitan, yang mempertanyaan kerja dari Ganjar sebagai Gubernur selain aktif di media sosial (Kompas.com, 07/06/2022). Tidak hanya itu saja, Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto bahwa berdasarkan arahan ketua umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, meminta untuk semua kader PDIP tertib mekanisme yang ada di PDIP, termasuk kepada Ganjar Pranowo terkait keinginan untuk maju di pilpres 2024 mendatang (Tirto.id, 09/09/2022).

Koalisi Indonesia Bersatu dapat Menjadi Tempat Berlabuh

Serangan-serangan elit PDIP kepada Ganjar Pranowo ini menjadi sinyal-sinyal bahwa Ganjar tidak akan dimajukan oleh PDIP di pilpres 2024 mendatang. Melihat elektabilitas Ganjar Pranowo yang cukup tinggi sampai saat ini, ada potensi Ganjar akan keluar dari PDIP dan mencari partai yang siap untuk mendukungnya di Pilpres 2024 mendatang.

Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri dari Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Amanat Nasional (PAN) disinyalir dapat menjadi tempat “berlabuh” bagi Ganjar jika keluar dari PDIP. Terdapat sejumlah alasan mengapa KIB dapat menjadi tempat bagi Ganjar Pranowo. Pertama, seperti yang dijelaskan oleh politisi Partai Golkar Maman Abdurrahman, politisi Partai Golkar dalam acara “Dua Sisi” yang disiarkan oleh Tv One pada tanggal 19 Mei 2022, bahwa salah satu alasan dibentuknya KIB adalah untuk mempersiapkan pemilu 2024 mendatang. Namun, yang menjadi persoalan adalah tidak ada satupun figur dari koalisi ini yang memiliki elektabilitas tinggi. Oleh karena itu, akan lebih baik jika koalisi ini mengusung calon yang memiliki persentase kemenangan lebih tinggi, dan hal tersebut dimiliki oleh Ganjar Pranowo.

Alasan kedua, untuk menghindari konflik kepentingan antar partai koalisi, maka realistisnya koalisi ini mengambil tokoh dari luar. Hal ini pun diamini oleh Zulkifli Hasan, Ketua Umum PAN. Menurutnya, tidak menutup kemungkinan KIB memilih sosok dari luar ketiga partai tersebut untuk menjadi calon presiden (Republika.co.id, 06/06/2022).

Jika hal ini benar-benar terjadi, yang menjadi persoalan selanjutnya adalah Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, tepatnya pada Pasal 222, yang menyebutkan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden setidaknya memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi di DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu sebelumnya. Jika diakumulasikan ketiga partai tersebut, jumlah suara sah secara nasional belum mencapai 25 persen, yaitu partai Golkar sebanyak 12,31 persen, PAN sebanyak 6,84 persen, dan PPP sebanyak 4,52 persen dan jika diakumulasikan menjadi 23,67 persen. Oleh karena itu, yang perlu dilakukan oleh koalisi ini adalah merangkul partai lain sehingga dapat merealisasikan Ganjar Pranowo sebagai calon presiden.

Meski demikian, sampai saat ini Ganjar Pranowo tetaplah kader dari PDIP. Selain itu, problematika pencapresan Ganjar pun secara tidak langsung berdampak baik bagi PDIP. Hal ini membuat nama PDIP terus menjadi pembicaraan publik sehingga elektabilitas PDIP masih tertinggi sampai saat ini. Bahkan, tidak menutup kemungkinan jika nantinya, Ganjar Pranowo akan tetap di PDIP dan justru menjadi ketua tim pemenangan calon presiden yang akan diusung oleh PDIP, misalnya Puan Maharani.

Ahmad Hidayah – Peneliti Bidang Politik, The Indonesian Institute

Komentar