JAKARTA – Rencana pemerintah menerapkan sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan Covid-19 memicu perhatian publik. Terlebih lagi, aturan itu bakal didukung dengan rencana keluarnya instruksi presiden (inpres). Adapun sanksi yang dikenakan berupa denda, kerja sosial, dan tindak pidana ringan.
Peneliti bidang sosial The Indonesian Institute (TII) Vunny Wijaya menyoalkan efektivitas kebijakan mengenai sanksi tersebut. Menurutnya, aturan yang tegas disertai sanksi memang baik. Namun, jenis sanksinya yang perlu diperhatikan.
“Jika bentuknya denda bisa memberatkan masyarakat. Jika pun diberikan sanksi, paling tidak dimulai dari teguran hingga kerja sosial,” kata Vunny kepada SINDOnews, Kamis (16/7/2020).
Ia mencontohkan, sanksi kerja sosial membersihkan fasilitas umum seperti menyapu dan lain sebagainya seperti yang berlaku di DKI Jakarta. Dirinya mengkritik agar penerapan itu perlu juga dilihat efektivitas atau hasilnya.
“Bagi daerah yang ingin mempraktikkan, sebaiknya diadakan kajian terlebih dahulu, seberapa jauh pemahaman masyarakatnya terkait penggunaan masker termasuk pendapat masyarakat soal denda. Dari situlah sebenarnya bisa diputuskan kebijakan seperti apa yang bisa dilakukan,” imbuh dia.
Untuk memutus penyebaran Covid-19, lanjut Vunny, yang paling utama adalah bagaimana mengedukasi dan mendorong masyarakat agar mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat secara lebih konsisten. Ditambah lagi dengan adaptasi perilaku baru, misalnya jaga jarak.
Begitu juga pemakaian masker, misalnya, ia melihat hal itu masih baru bagi sebagian masyarakat Indonesia. Bagi warga Jakarta, sebelum pandemi, sebagian warganya memang akrab dengan masker karena polusi yang tinggi. Tapi tidak dengan sejumlah wilayah dengan indeks kualitas udaranya yang baik sehingga membutuhkan proses yang tidak instan agar warganya mau memakai masker.
https://nasional.sindonews.com/read/102908/15/sanksi-pelanggar-protokol-kesehatan-jangan-beratkan-masyarakat-1594872422