Ramadhan dan Tradisi Kenaikan Harga-Harga Kebutuhan

arfiantoUmat muslim di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia, tengah memasuki bulan suci Ramadhan. Ramadhan, bulan yang selalu ditunggu kedatangannya, karena didalamnya penuh berkah dan pengampunan. Di setiap Ramadhan pula, masyarakat Indonesia selalu dihadapkan dengan dua tradisi, pertama tradisi kenaikan beberapa harga kebutuhan pokok dan yang kedua tradisi meningkatnya konsumsi mayarakat di bulan ramadhan.

Kenaikan harga di bulan Ramadhan seperti “tradisi”  yang dibiarkan oleh pemerintah.  Saat ini harga sejumlah kebutuhan pokok mulai terasa ketika memasuki bulan Ramadan. Ada kenaikan pada empat kebutuhan pokok, yakni pada cabai rawit yang naik hingga 50 persen, bawang merah naik 28 persen, daging ayam naik 15,7 persen, dan telur ayam ras naik sebesar  9,01 persen.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, kenaikan harga pada empat kebutuhan pokok tersebut lebih disebabkan karena permintaan yang meningkat dan gangguan karena keterlambatan panen (Okezone.com, 9/7).

Kenaikan harga bahan kebutuhan pokok dikarenakan pertama, adanya peningkatan permintaan masyarakat terhadap bahan makanan. Kedua, adanya spekulasi pedagang yang menimbun bahan makanan. Ketiga, kenaikan harga dari produsen karena menjelang Ramadhan permintaan meningkat. Empat, kenaikan harga pada tingkat distribusi yang disebabkan kenaikan harga BBM.

Langkah-langkah yang dilakukan Pemerintah untuk meredam kenaikan harga dilakukan dengan mengelar operasi pasar. Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan menggelar operasi pasar dan pasar murah di semua provinsi di Indonesia. Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan operasi pasar murah itu dilakukan untuk menekan penaikan harga bahan pokok di pasaran pasca penaikan harga BBM bersubsidi dan pada saat Ramadhan (jaringnews.com, 8/7)

Bukan hanya Kementerian Perdagangan yang diminta untuk menstabilkan harga pangan. Namun, Pemerintah daerah pun diminta untuk membantu menstabilkan harga. Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, menegaskan bahwa seluruh pemerintah daerah telah diminta untuk menggelar pasar murah demi meredam lonjakan harga itu (merdeka.com, 8/7).
Sayangnya, operasi pasar maupun pasar murah terkesan hanya antisipasi yang bersifat insidental. Pemerintah belum memiliki kebijakan yang cukup komprehensif guna mencukupi kebutuhan bahan pokok yang murah.  Pada situasi ini, pemerintah dapat dianggap lalai untuk menjamin kebutuhan masyarakat. Pemerintah seharusnya dapat meningkatkan produksi bahan kebutuhan pokok dan memperkuat pengawasan distribusi.

Kemudian tradisi yang kedua adalah meningkatnya pola hidup konsumtif masyarakat di bulan Ramadhan. Hal ini terlihat dengan masih banyak masyarakat yang membeli sembako berlebihan.  Pada Ramadhan tahun 2012 Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) merilis adanya kenaikan tingkat konsumsi masyarakat sekitar 20-30 persen pada awal Ramadhan (Kompas.com,  29/7/2012).

Pemerintah dan pemuka agama seharusnya dapat merubah pola hidup konsumtif masyarakat di bulan Ramadhan agar dapat menjadi sederhana, melalui sosialisasi maupun dakwah-dakwah. Ramadhan tidak hanya dilakukan sekedar ritual, namun dapat menjadi momentum perubahan.

Arfianto Purbolaksono – Peneliti Yunior Bidang Politik The Indonesian Institute arfianto@theindonesianinstitute.com

Komentar