Memotret Konvensi Partai Demokrat

arfiantoKeseriusan Partai Demokrat untuk menggelar Konvensi Capres mulai terlihat. Tidak tanggung-tanggung 15 nama diundang oleh Komite Konvensi Partai Demokrat, untuk mengikuti tahapan prakonvensi yang dimulai sejak Sabtu (24/8/2013) lalu. Kelima belas nama tersebut berasal dari internal dan eksternal Partai Demokrat.

Ketua Umum Partai Demokrat (PD), Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan, Majelis Tinggi Partai Demokrat telah membuat tujuh syarat untuk bisa mengikuti konvensi calon presiden 2014. SBY menyatakan konvensi ini akan dilaksanakan secara transparan dan melibatkan rakyat dalam pemilihan.

Penyelenggaraan konvensi yang akan dilaksanakan oleh Partai Demokrat bukan lah yang pertama kali di Indonesia. Sebelumnya pada tahun 2004 Partai Golkar telah menyelenggarakan konvensi capresnya. Pada saat itu Wiranto keluar sebagai pemenang dengan meraih 315 suara, jauh meninggalkan pesaingnya Akbar Tanjung yang hanya mengantongi 227 suara.

Berbeda dengan aturan konvensi Partai Golkar yang ditentukan oleh suara internal partai, penentuan pemenang konvensi Partai Demokrat didasarkan atas hasil survei yang akan dilakukan oleh tiga lembaga survei yang independen. Hasil survei akan diumumkan ke publik oleh komite konvensi. Banyak kalangan menilai penyelenggaraan konvensi yang akan diselenggarakan Partai Demokrat hanyalah manuver dari SBY untuk mengangkat citra partai di tengah keterpurukan Partai Demokrat.

Belajar dari konvensi Partai Golkar, penyelenggaraan konvensi berimbas kepada meningkatnya tingkat elektabilitas Partai. Partai Golkar sendiri pada tahun 2004 keluar sebagai pemenang pemilu dengan perolehan  21,58 persen. Di sisi lain, hal ini tidak berbanding lurus dengan perolehan suara pasangan calon presiden yang diusung Partai Golkar pada saat itu. Wiranto yang berpasangan dengan Salahudin Wahid hanya mendapatkan 22,15 persen suara pada putaran pertama Pilpres 2004.

Dalam hal ini, terlepas dari kemenangan Partai Golkar dalam Pemilu Legislatif 2004, ternyata perolehan suara pasangan kandidat untuk Pilpres dari Partai Golkar yang capresnya telah melalui metode konvensi, hanya menempatkan Partai Golkar dalam urutan ketiga dan membuatnya tersisih dari putaran kedua.

Melihat dinamika yang berkembang saat ini, terdapat beberapa tantangan dari penyelenggaraan konvensi Partai Demokrat. Tantangan pertama, perpecahan internal partai. Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Max Sopacua menilai perhelatan konvensi calon Presiden yang dilakukan partainya saat ini berpotensi memecah-belah kesolidan internal partai. Pasalnya, Max melihat sudah banyak pengurus Partai Demokrat yang mulai bergabung menjadi tim sukses dari salah satu kandidat.

Tantangan kedua, terpuruknya tingkat elektabilitas Partai Demokrat. Hasil survei Centre for Strategic and Internasional Studies (CSIS) pada bulan Mei 2013 menunjukkan tingkat elektabilitas Partai Demokrat 7,1 persen. Sedangkan pada bulan Juli 2013, survei Lembaga Survei Nasional (LSN) menempatkan Partai Demokrat dengan tingkat elektabilitas sebesar 6,1%.

Tantangan ketiga, rendahnya hasil survei elektabilitas dan popularitas peserta konvensi. Seperti yang diketahui, kelima belas orang yang diundang oleh komite konvensi memiliki tingkat elektabilitas dan popularitas yang masih kalah jauh dari tokoh yang selama ini terdepan dalam survei seperti, Jokowi maupun Prabowo Subianto.

Hal ini terlihat seperti survei CSIS, yang menunjukkan keunggulan Jokowi (28,6 %); Prabowo Subianto (15,6 %); Aburizal Bakrie (7 %). Sedangkan salah satu peserta konvensi yang membatalkan keikutsertaannya dalam konvensi tersebut, seperti Mahfud MD hanya memperoleh 2,4 %. Dari segi popularitas pun, Jokowi lebih populer dengan 85,9 persen, mengalahkan popularitas peserta konvensi seperti Dahlan Iskan 42,6 persen, Pramono Edhie Wibowo 20,2 persen dan  Gita Wirjawan 8,4 persen (Kompas.com, 26/5).

Tantangan keempat, transparansi dan akuntabilitas pembiayaan konvensi. Pembiayaan konvensi ini diperkirakan menelan biaya sekitar Rp 50 miliar, seperti  disampaikan Wakil Ketua Komite Taufiequrachman Ruki. Dengan besarnya biaya penyelenggaraan konvensi, memunculkan banyak kecurigaan dari berbagai kalangan tentang asal dana ini. Terlebih lagi, menurunnya citra Partai Demokrat dikarenakan banyaknya kader partai yang terseret kasus korupsi.

Namun, hal ini langsung dibantah oleh petinggi Partai Demokrat, Ketua Harian Sjarifuddin Hasan dan Sekretaris Majelis Tinggi Jero Wacik, yang mengatakan, dana penyelenggaraan konvensi berasal dari sumber yang halal, akuntabel dan transparan. Lebih jauh, Anggota Komite Konvensi Effendi Gazali menyatakan dana konvensi akan diumumkan sebelum 15 September 2013. Oleh karena itu, akuntabilitas dan transparansi penyelenggaraan konvensi ini sangat lah penting.

Tantangan terakhir adalah tren golput yang mengalami peningkatan. Berdasarkan data KPU jumlah golput pada Pemilu 2004 sebesar 23,34 persen. Sedangkan pada tahun 2009 sebesar 29, 0059 persen. Berdasarkan tren tersebut, tingkat partisipasi pemilih kemungkinan akan menurun di Pemilu 2014
Terkait hal tersebut, meningkatnya tren golput dikarenakan sejumlah kasus korupsi yang menyeret politisi dan pejabat publik di negeri ini. Dengan demikian, hal ini juga menjadi tantangan bagi partai politik, khususnya partai demokrat. Melihat pengalaman dari konvensi Partai Golkar dan tantangan yang ada seperti yang dipaparkan di atas, berikut beberapa catatan yang perlu menjadi perhatian ke depan.

Pertama, penyelenggaraan konvensi harus diikuti dengan kualitas manajemen partai. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah perpecahan internal partai. Kedua, persaingan peserta konvensi bukan hanya sekedar adu popularitas. Konvensi juga harus mencerminkan gagasan yang jelas tentang program ke depan yang sesuai dengan kebutuhan rakyat. Ketiga, adanya dukungan yang solid dari seluruh komponen partai kepada pemenang konvensi guna bersaing di Pemilu 2014.

Oleh karena itu, diperlukan komitmen dari petinggi Partai Demokrat dan peran komite konvensi untuk bekerja secara transparan guna menepis adanya “calon titipan”. Dengan demikian, konvensi ini dapat berjalan sebagai bagian dari demokratisasi internal partai, dan juga pembenahan Partai Demokrat dalam rangka institusionalisasi partai.

Arfianto Purbolaksono – Peneliti Yunior Bidang Politik The Indonesian Institute arfianto@theindonesianinstitute.com

Komentar