Legislasi Pasca Pilpres

asrul-ibrahim-nurLegislasi yang melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Pemerintah merupakan proses yang terus berlangsung secara berkesinambungan. Proses legislasi sangat tergantung hasil pemilu legislatif dan eksekutif serta konfigurasi koalisi antar partai politik. Berdasarkan hasil pemilu legislatif 2014, terdapat sepuluh parpol yang memiliki wakil di DPR. Artinya adalah akan ada sepuluh fraksi pula yang mengisi kursi-kursi Senayan.

Anggota DPR yang berasal dari sepuluh fraksi tersebut yang akan mengisi Alat Kelengkapan Dewan, baik itu Komisi, Badan, atau Alat Kelengkapan lainnya. Jika melihat dari konfigurasi koalisi di Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, maka sepuluh fraksi yang akan terbentuk tersebut terbagi atas tiga kubu.

Pertama adalah fraksi parpol yang mendukung pasangan Prabowo-Hatta, yaitu Partai Gerindra (73 kursi), Partai Persatuan Pembangunan (39 kursi), Partai Keadilan Sejahtera (40 kursi), Partai Amanat Nasional (49 kursi), dan Partai Golongan Karya (91 kursi). Total dukungan adalah sebanyak 292 kursi atau 52,14% kursi di DPR.

Kedua adalah fraksi parpol yang mendukung pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla, yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (109 kursi), Partai Kebangkitan Bangsa (47 kursi), Partai Nasdem (35 kursi), dan Partai Hati Nurani Rakyat (16 kursi). Total dukungan adalah sebanyak 207 kursi atau 36,96% kursi di DPR.

Ketiga adalah parpol yang sampai saat tulisan ini dibuat secara kelembagaan masih menyatakan netral atau tidak berpihak ke kandidat manapun yaitu Partai Demokrat yang memperoleh 61 kursi DPR atau sekitar 10,89%. Meskipun menyatakan netral, banyak tokoh partai ini yang menyatakan dukungan ke kandidat Prabowo dan Hatta Rajasa. Jika dukungan ini bulat, maka pasangan nomor urut satu tersebut akan mendapat suntikan dukungan sehingga total dukungan menjadi 63,03%.

Secara perhitungan angka, legislasi akan lebih mudah dan terlaksana dengan baik jika pemerintah didukung oleh mayoritas anggota DPR. Kebijakan pemerintah akan senantiasa didukung oleh fraksi-fraksi yang ada di Senayan. Potensi dukungan sebanyak 63,03% dari anggota DPR terhadap kandidat Prabowo-Hatta adalah kesempatan yang bisa dimanfaatkan jika berhasil memenangi pemilu eksekutif.

Tidak bisa dipungkiri, dukungan fraksi-fraksi di DPR terhadap kebijakan pemerintah sangat penting. Meskipun sistem yang dianut adalah presidensial, namun dalam beberapa hal DPR memiliki kewenangan yang tidak bisa diabaikan begitu saja oleh presiden.

Meskipun demikian, pengalaman pemerintahan sebelumnya membuktikan sebaliknya. Melimpahnya dukungan di parlemen ternyata belum tentu membuat berbagai RUU yang diajukan oleh pemerintah dapat lolos dengan mudahnya. Pada tataran legislasi di DPR, koalisi partai politik yang ada di eksekutif ternyata dalam isu-isu tertentu tidak berjalan efektif.

Masing-masing partai politik memiliki kepentingan dan aspirasi konstituen yang harus diperjuangkan dalam setiap rumusan RUU. Setiap partai politik memiliki RUU yang diperjuangkan, atau dalam RUU tertentu setiap partai politik memiliki substansi yang diperjuangkan. Pada tataran ini, koalisi yang dibangun di eksekutif tidak akan mampu mengendalikan mitra koalisi yang berbeda pandangan dengan pemerintah.

Koalisi yang dibangun untuk memenangkan pemilu eksekutif secara empiris tidak linear dengan koalisi di parlemen. Pada periode 2014-2019 tampaknya akan menghadapi tantangan yang serupa dengan periode 2009-2014. Gemuk atau rampingnya koalisi di eksekutif tidak akan berpengaruh banyak terhadap legislasi di DPR karena saat legislasi, koalisi yang dibangun antar fraksi adalah koalisi berdasarkan isu dan substansi RUU.

Asrul Ibrahim Nur, Peneliti Hukum di The Indonesian Institute, Center for Public Policy and Research. asrul.ibrahimnur@gmail.com

Komentar