Salah satu undang-undang yang saat ini banyak mendapatkan sorotan adalah Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang disahkan oleh DPR pada bulan Juli silam. Undang-undang ini merupakan pengganti dari Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
UU yang mengatur tentang empat jenis lembaga perwakilan ini merupakan salah satu instrumen hukum yang sangat penting terkait penataan kelembagaan parlemen. Meskipun demikian, pembentukan UU MD3 yang baru mendapat sorotan dari banyak elemen masyarakat. Terdapat beberapa hal yang dianggap kontroversi, baik itu karena dianggap politis maupun tidak mengindahkan putusan MK.
Pertama, UU MD3 yang baru ini dianggap terlalu cepat dan cenderung tergesa-gesa dalam pembahasannya. Terlebih UU ini disahkan pada 8 Juli, yaitu satu hari sebelum pemungutan suara pilpres. Substansi UU yang sangat mendasar dan mengatur banyak hal ini seharusnya dibahas mendalam dan tidak terburu-buru.
Kedua, UU MD3 terbaru ini tidak secara tegas mengadopsi substansi amar Putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan terhadap Undang-Undang Dasar 1945.
Putusan tersebut mengembalikan kewenangan DPD terkait legislasi yang selama ini dikebiri oleh UU MD3 baik tahun 2004 maupun 2009. Namun demikian, UU MD3 yang disahkan pada Juli 2014 ternyata tidak mematuhi amar tersebut. Secara terbatas DPD dilibatkan dalam legislasi, namun tidak secara penuh sebagaimana amar Putusan MK.
Ketiga, secara khusus KPK juga menolak keberadaan UU ini karena dianggap memberikan hak imunitas bagi anggota DPR untuk diperiksa oleh KPK terkait kasus korupsi. Hal ini sangat disayangkan mengingat DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat seharusnya menjadi teladan dalam mendukung pemberantasan korupsi.
Keempat, pembentukan dan pembubaran alat kelengkapan dewan (AKD). Salah satu AKD yang dibubarkan adalah Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) dan dibentuk AKD baru yaitu Mahkamah Kehormatan Dewan. Bongkar pasang AKD perlu dibahas mendalam dan jangan tergesa-gesa.
Masih banyak kritik yang disampaikan oleh berbagai elemen masyarakat maupun lembaga negara terkait UU MD3. Oleh karena itu, kemungkinan besar UU ini akan segera di-judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Setiap UU yang kontroversi dan dianggap bermasalah hampir pasti akan mendapat respon berupa pengujian undang-undang.
UU MD3 adalah instrumen reformasi parlemen yang sangat penting artinya bagi penataan lembaga perwakilan. Reformasi parlemen hanya omong kosong jika UU MD3 justru bertolak belakang dengan semangat memperbaiki lembaga tersebut.
Asrul Ibrahim Nur, Peneliti Hukum di The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research.